Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

Desa Ku Malang


Desa ku ini terletak di Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, nama desa ku Desa Temawang Muntai (SKPH SP 4). Dulu desa ku begitu asri dan nyaman, dengan jalan aspal, pepohonan yang beriringan disepanjang jalan desa, sawah-sawah yang membentang luas serta hutan yang masih perawan. Selain itu masyarakat di desa ku sangat ramah dengan tali silaturahmi yang masih begitu erat, serta muda-mudi yang begitu kreatif dengan segala kegiatannya yang positif.

Setiap merayakan hari kemerdekan RI, muda-mudi beserta masyarakat selalu sibuk dengan berbagai kegiatan seperti : penghijauan, kompetisi dalam olah raga, lomba panjat pinang, dan sebagainya. Selain itu gema karang taruna masih begitu terlihat dengan berbagai kegiatan yang membawa budaya yang positif, seperti kelompok nasyid, qasidah, orkes dangdut, dan kudan lumping. Semua itu membuat desa ku dulu terasa hidup dan menyenangkan.

Namun sejak sepuluh tahun terakhir, desa ku mulai berubah dari rusaknya infrastruktur jalan, jembatan yang mulai rapuh, dan hutan-hutan yang mulai gundul akibat dari masuknya perusahan kelapa sawit di desa ku. Hal ini menyababkan desa ku tak lagi asri namun berubah menjadi desa yang terlihat terbelakang.

Kini jalan di desa ku tak lagi beraspal dan tak ada lagi pepohonan yang rindang di sepanjang jalan, yang terlihat saat ini hanyalah jalan yang berdebu di waktu kering dan jalan yang berlumpur di kala waktu hujan. Kini sawah-sawah pun menjadi kering di waktu musim panas dan banjir di waktu musim penghujan, hal ini karena tidak ada lagi hutan yang dapat mengikat cadangan air.

Mungkin hal ini bermula dari kaula mudanya yang tak lagi memikirkan kemajuan desa, melainkan hanya memikirkan kepentingannya pribadi. Hal ini membuat tali silaturahmi di desa ku tak lagi erat seperti dulu, mungkin hal ini juga akibat dari masuknya arus globalisasi. Tidak hanya itu, perangkat desa kini seolah tak mau tahu tentang keadaan desanya, mereka seolah hanya mau menjabat menjadi perangkat desa namun tak mau memikul tanggung jawabnya.

Betapa malangnya desa ku yang seolah akan segera mati ditelan oleh waktu, terkikis oleh arus globalisasi yang hanya mengedepankan kepentingan sendiri. Desa ku kini hanya ibarat rumah yang tak pernah dirawat, melainkan hanya sebagai tempat menginap dan berteduh di waktu hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar